Kamu mungkin pernah mikir gini:
“Perang di Ukraina, Gaza, atau Laut Merah, tapi kenapa efeknya sampai ke dompet saya di Indonesia?”
Kelihatannya jauh, tapi realitanya sangat dekat. Harga BBM naik. Harga gandum melonjak. Biaya logistik membengkak. Dan kamu pun mulai heran:
Apa iya semua ini semata-mata karena perang? Atau ada yang lebih dari itu?
Mari kita lihat satu contoh sederhana: perang Rusia-Ukraina.
Ukraina dan Rusia adalah pemasok besar gandum dan energi dunia.
Ketika perang pecah, pengiriman terganggu → pasokan menurun → harga naik.
Negara lain panik, mulai borong stok → harga makin tinggi → efek berantai ke negara-negara lain, termasuk kita.
Dan efeknya nggak cuma soal makanan.
Biaya pupuk naik → hasil pertanian lokal ikut mahal.
BBM naik → biaya distribusi barang ke pelosok juga naik.
Kurs rupiah bisa melemah karena investor global lari ke aset aman.
Jadi walau kamu tinggal ribuan kilometer dari zona perang, harganya sampai ke warung sebelah.
Sekarang bagian yang paling menarik: dalam setiap krisis, selalu ada yang mengambil untung.
Contoh:
Perusahaan energi global mencatat rekor laba karena harga minyak dunia melonjak.
Produsen senjata laris manis karena permintaan dari negara-negara konflik.
Investor yang tahu kondisi ini jauh sebelum publik bisa masuk ke komoditas saat harganya masih murah.
Bahkan, beberapa negara menggunakan konflik sebagai alasan menaikkan harga di dalam negeri—padahal mungkin, faktor lokal jauh lebih dominan. Tapi dengan menyebut "karena perang," semua terdengar masuk akal.
Seringkali, perang dijadikan pembenaran.
Misalnya:
Harga BBM dinaikkan → alasan: karena harga minyak global.
Subsidi dipotong → alasan: anggaran negara tertekan oleh krisis global.
Barang langka → alasan: rantai pasok global terganggu.
Padahal, di balik itu mungkin:
Distribusi dalam negeri amburadul.
Ada penimbunan stok.
Atau... ada kebijakan yang sengaja dibuat "nggak efisien" agar pihak tertentu bisa mengambil celah.
Kita memang nggak bisa menyalahkan perang atas semua kenaikan harga. Tapi kita juga nggak bisa pura-pura bahwa perang nggak jadi alibi yang empuk bagi pihak-pihak tertentu untuk:
Menutupi ketidakbecusan mereka.
Menaikkan harga seenaknya.
Menciptakan suasana krisis untuk mendorong kebijakan tertentu.
Contohnya, ketika ada konflik besar:
Pasar jadi labil → investor panik → nilai tukar turun.
Pemerintah buru-buru ambil langkah drastis → seringkali yang dirugikan rakyat bawah.
Perang memang berdampak, tapi bukan satu-satunya penyebab harga naik.
Harus kritis terhadap narasi krisis—siapa yang menyebarkan, dan siapa yang diuntungkan?
Setiap konflik global menciptakan peluang—tapi apakah peluang itu terbuka untuk semua, atau cuma segelintir?
Kita hidup di zaman di mana berita dari luar negeri bisa langsung bikin harga cabe di pasar naik. Tapi penting juga buat sadar bahwa kita bukan cuma korban dari krisis global, tapi juga dari keputusan lokal.
Perang bisa menghancurkan banyak hal. Tapi bagi sebagian orang—dan sebagian perusahaan—perang juga bisa menjadi bisnis yang sangat, sangat menguntungkan.