Bayangkan kamu masuk ke warung langganan. Harga mie instan naik. Minyak goreng naik. Bahkan harga gorengan pun ikut-ikutan. Tapi kamu sadar satu hal: gajimu tidak ikut naik.
Lalu muncul pernyataan di berita:
"Inflasi ini akibat ketegangan geopolitik dan rantai pasok global."
Kita pun manggut-manggut, seolah itu penjelasan final. Tapi… tunggu dulu.
Kenapa setiap kali krisis atau inflasi, yang paling terdampak adalah orang biasa, sedangkan perusahaan besar tetap mencetak untung?
Apakah inflasi ini murni gejala ekonomi? Atau ada sesuatu yang lebih dalam—permainan yang hanya bisa dilihat jika kita cukup jeli?
Inflasi sering dijelaskan sebagai “kenaikan harga barang dan jasa secara umum.” Tapi definisi ini terlalu datar. Karena yang lebih penting adalah kenapa harga bisa naik?
Karena biaya produksi naik? Kadang iya.
Karena pasokan barang langka? Bisa jadi.
Tapi kenapa margin laba perusahaan juga ikut naik?
Contohnya, di Amerika Serikat, sebuah studi tahun 2023 menunjukkan bahwa sebagian besar kenaikan harga setelah pandemi justru disebabkan oleh perusahaan yang menaikkan harga melebihi kebutuhan—alias mumpung konsumen pasrah. Fenomena ini disebut greedflation—inflasi karena keserakahan.
Kalau kamu pernah merasa harga barang terlalu mahal untuk alasan yang masuk akal, kamu tidak sendirian. Banyak analis mulai mempertanyakan:
Apakah ini masih ekonomi… atau strategi?
Saat ekonomi sulit, siapa yang tetap tenang dan bahkan untung?
Perusahaan energi saat harga minyak meroket.
Produsen bahan pokok saat pasokan menipis.
Bank dan investor saat suku bunga naik.
Mereka bukan menciptakan krisis, tapi mereka tahu bagaimana memanfaatkannya.
Dan kadang, seperti yang diyakini beberapa ekonom, ada yang secara aktif mendorong narasi tertentu agar bisa “mengatur permainan.”
Misalnya:
Menahan stok barang agar harga naik.
Menggiring opini publik bahwa semua ini karena "faktor global."
Menyalahkan kondisi dunia padahal strategi harga dibuat di ruang rapat perusahaan.
Apakah ini konspirasi? Tidak selalu. Tapi jelas ada yang bermain dengan informasi dan momen.
Bank sentral biasanya merespons inflasi dengan menaikkan suku bunga. Tapi ini punya dua sisi:
Inflasi ditekan karena uang jadi lebih mahal.
Kredit usaha dan konsumsi melambat. Bisnis kecil bisa megap-megap.
Jadi pertanyaannya:
Apakah kebijakan ini benar-benar untuk rakyat, atau lebih menguntungkan investor dan pemilik modal?
Di beberapa negara, keputusan seperti ini bahkan memperdalam jurang antara yang kaya dan miskin.
Ketika bunga naik, yang punya utang makin tercekik, tapi pemilik aset malah menikmati imbal hasil yang lebih tinggi.
Jawabannya mungkin: keduanya.
Ada faktor alami—seperti bencana, perang, atau gangguan pasok. Tapi ada juga aktor-aktor yang tahu kapan harus "memutar tombol harga" untuk keuntungannya sendiri.
Dan sering kali, yang terjadi adalah ini:
Krisis adalah peluang—tapi hanya bagi yang tahu cara memainkannya.
Kalau kamu merasa hidup makin mahal dan alasannya selalu “karena global,” mungkin sudah waktunya untuk lebih kritis.
Karena bisa jadi, masalah ini bukan cuma karena dunia sedang tidak baik-baik saja… tapi karena ada yang membuatnya seperti itu.